Manaqib Singkat Sulthanul Awliya Habib Thoha bin Hasan bin Yahya Ciledug Cirebon

Habib Toha dilahirkan pada tahun 1192 H di Pekalongan dari Ayah bernama Habib Hasan. Nasab beliau adalah Habib Toha bin Hasan bin Toha bin Muhammad Al Qodhi bin Toha bin Muhammad bin Syekh bin Ahmad bin Yahya Ba’alawi Al Husaini.

Beliau dari kecil sampai usia 10 tahun dididik dan digembleng langsung oleh Ayah beliau, yaitu Habib Hasan, yang mana Habib Hasan merupakan tokoh ulama diberi gelar Asy-Syaikhul Akbar atau Guru Besar oleh Kesultanan Yogyakarta, dan Habib Hasan juga merupakan tokoh yang berjuang melawan penjajahan Belanda.

Setelah 10 tahun digembleng oleh Ayahanda, Habib Toha melanjutkan pencarian ilmu ke negeri nenek moyang beliau di Hadhramaut, Yaman, lalu ke Negara timur tengah lainnya, termasuk di Makkah dan Madinah, serta banyak tempat lainnya.

Setelah berkeliling mencari ilmu ke banyak tempat, Habib Toha pulang kembali ke Jawa, tepatnya di Semarang, karena Ayahanda beliau, Habib Hasan, bertempat tinggal di Semarang menjadi Senopati Kesultanan Yogyakarta bergelar KRT. Sumodiningrat yang apabila berperang seperti Singo Barong, sehingga dijuluki Mbah Singo Barong.

Habib Hasan mendidik dan mengutus putra-putra beliau menjadi telik sandi, sehingga tersebar di beberapa tempat, diantaranya Habib Alwi di Kendal, Habib Muhammad di Batang, Habib Abu Bakar di Cirebon, Habib Toha di Cirebon yang sekaligus bertugas menghadang bantuan penjajah Belanda di Batavia ke Semarang dan Yogyakarta.

Istana Habib Toha atau kediaman Habib Toha di Palimanan, sehingga diantara putra beliau seperti Habib Umar bin Toha lahir di Palimanan. Adapun menurut sumber dari keluarga Habib Tohir Palimanan, Habib Toha bin Hasan awalnya tinggal di Palimanan di rumah paman dan guru beliau yang bernama Habib Alwi bin Toha bin Muhammad Al Qodhi bin Yahya. Tetapi, pusat pergerakan dan perjuangan Habib Toha di Ciledug, sehingga Habib Toha bolak-balik Palimanan Ciledug, dan tiga tahun sebelum wafat, beliau baru pindah ke Ciledug. Sedangkan markas perjuangan Habib Toha bertempat di Griya Kabuyutan, yang mana di Griya Kabuyutan itu menjadi tempat mengatur strategi, dan bermusyawarah memecahkan permasalahan umat.

Pasca wafatnya Ayah beliau (Habib Hasan), Habib Toha meneruskan Habib Hasan menjadi panglima pasukan Supit Urang dan pasukan sipeuting, yang berjumlah kurang lebih 5000 pasukan tersebar dari Banten sampai Semarang.

Habib Toha juga berjasa mendirikan kurang lebih 88 masjid, pesantren dan mushalla/langgar yang terkenal tentu masjid desa Leuwunggajah Kec. Ciledug.
Habib Toha wafat pada tahun 1262 H/1842 M pada usia 70 tahun.

Maqam Kewalian Habib Toha bin Hasan bin Yahya Ciledug
Ada seorang shalih yang diberi anugerah bertemu dengan Sunan Gunung Jati. Lalu orang itu bertanya,”Wahai Kanjeng Syekh Syarif, setelah engkau wafat, jabatan kewalian engkau diberikan kepada siapa?”
Kanjeng Syekh Syarif menjawab, “Kepada Habib Toha Jatiseeng.”

Adapun dalam riwayat yang lain, ada orang shalih ingin mengetahui maqom atau tingkatan kewalian Habib Toha Ciledug, lalu orang itu istikharah. Seusai shalat istikharah, dia langsung tidur, dan langsung bermimpi. Dalam mimpi, dia bertemu Sunan Gunung Jati.

Di dalam mimpi, dia berada di suatu tempat yang dipenuhi para wali Quthb di bawah pimpinan Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati bertanya padanya, “Tahu Habib Toha Ciledug?”
“Iya. Lha anda siapa?”Dia menjawab dan balik bertanya.
“Saya Syarif Hidayatullah. Tunggu dulu. Sebentar lagi Habib Toha datang.”
Tak lama kemudian, “Itu Habib Toha.” Kata Sunan Gunung Jati sambil menunjuk arah langit.
Dari langit, tampak ada orang yang berdiri di atas sajadah dengan tetap memakai sandal menuju arah bawah. Semakin dekat, wajah beliau semakin terlihat. Orang shalih itu bertanya pada Sunan Gunung Jati, “Lho, bukannya beliau itu Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?”
“Iya benar, tapi dalam bentuk wajah Habib Toha bin Yahya.” Jawab Sunan Gunung Jati.
Habib Toha terus terbang di atas kepala para wali Quthb, dan setelah selesai berkeliling, Habib Toha kembali naik ke langit.

Kemudian Sunan Gunung Jati berkata,”Itulah maqam kewalian Habib Toha. Sudah tahu, kan?”
“Iya Kanjeng Sunan.” Jawabnya.
Itu adalah isyarah betapa tingginya maqam kewalian Habib Toha bin Hasan bin Yahya, seorang Quthbul Aqthab, Sulthanul Awliya’. Habib Toha juga merupakan wali min ahli ad-darrak atau wali yang suka menolong orang yang lagi susah atau butuh pertolongan.
Mimpi itu juga isyarah bahwa sebelum ziarah ke Sunan Gunung Jati, sebaiknya ziarah dulu ke Habib Toha. Beliau berdua sama-sama Sulthanul Awliya di zamannya, tapi Habib Toha lebih muda.

Para sesepuh dahulu, kalau mau ziarah ke Habib Toha, mandi dan wudhu dulu di sumur masjid Leuwunggajah, lalu shalat Sunnah dua raka’at, baru kemudian jalan kaki tanpa alas kaki ke makam Habib Toha bin Hasan bin Yahya. Wallahu a’lam

Penulis : Syukron Ma’mun Cirebon (Sekretaris 4 PP MATAN)
Disarikan dari dawuh Maulana Habib Luthfi bin Yahya

Tag Terpopuler

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top